Selama tiga tahun di SMP, hidupku selalu dipenuhi dengan wajah itu” saja. Murid kelasku memang nggak pernah berbeda. Gak tau deh, apa maksud guru” membiarkan kami satu kandang selama tiga tahun.
Tapi itu yang bikin kita semua makin kompak. Makin lama makin ngerti sifat luar dalem temen”ku. Waro, misalnya. Dulu, pertama kali kelas tujuh, dia dikenal suka ngambek ga jelas gitu. Pas hari pertama pelajaran ada pelajaran PPKn yang gurunya bernama Pak Imam (guru yang lumayan sableng, dan kalo ngomong pasti bikin ngakak lemes, meskipun yang diomongin jayus juga). Nah, si Waro ini kena ledekannya Pak Imam, gara” pas disuruh baca beberapa baris tulisan di buku PPKn suaranya ga keluar. Bahasa jahatnya ngomong dipek dewe alias nggremeng. Hihi. Tau ledekannya apa?
‘Siti Munawaro ya? Siti artinya lemah, Munawaro artinya got. Jadi kalo digabungin lemah (pasir ato tanah) yang ada di got.’ Hahaaii… Anak” langsung ketawa iblis. Si Waro? Nangis tanpa suara. Pernah juga, si Waro disindir” sampe nangis oleh si Nopi gara” Waro ngambek dan nggak ngebolo Dira dan Sari. Bener” cupu!
Nggak disangka, sekarang Waro yang ngambekan dan punya sifat anak SD banget itu, udah berubah. Kalo dulu dia disenggol dikit aja langsung teriak” marah, sekarang dia… ya tetep gitu. Hihi. Tapi teriak”nya diiringi ekspresi marah yang dibuat”. Waro yang cupu udah jadi Waro yang ‘kenal’ cowok dan hobi nongkrong di depan pintu kelas buat ngecengin anak SMA yang main basket di lapangan. Ckckck ^^. Waro juga jadi cewek tegas penegak keadilan dan kesejahteraan kelas. Dan itu dimanfaatin oleh guru kelas kami. Waro dijadiin bendahara kelas! Setiap kali ketemu dengan Waro, pesan yang dia lontarkan selalu sama: ‘Ilma, angan lupa besok bayar kas!’. Sebelum berangkat LDKS, anak” lain pada bilang ‘Ati-ati di jalan yaa…’, sementara Waro masih teguh pada kalimat handalnya: ‘Ilmaa… abis pulang LDKS bayar kas ya!’.
Haduh, aku langsung berpikir, kalo dipeseni kalimat kayak gitu mana mungkin perjalanan LDKS-ku bisa lancar?! Alhamdulillahnya, omongan Waro tidak berpengaruh sama sekali dengan kelancaran perjalananku. Meskipun setelah pulang dari LDKS dan papasan dengannya dia masih mengucapkan kalimat sakti itu, menggantikan kalimat sambutan ‘selamat datang kembali’. Huff.
Nah, balik lagi ke kelasku. Dulu, jumlah pertama kami adalah tiga puluh empat. Tapi kemudian setelah seminggu di kelas 7 E, muncul anak pindahan dari kelas 7 C dan 7 D: si Maulida dan si Yulia. Nah, setengah semester kemudian, muncul anak pindahan lagi: Rizal.
Di kelas 8, hari pertama masuk, tiba” ada anak kelas sebelah nyelonong masuk dan langsung duduk di salah satu bangku yang ada di kelas kami. Sekelas langsung pada heboh. Siapa nih anak…? pikir kita bingung. Yap, ini murid pindahan lagi: Farah.
Terakhir, anak pindahan dari kelas tetangga, 9 C: Arizka atau Titha atau Thaz (begitu ia tulis namanya di cover depan bindernya). Sementara kelas 9 C dan kelas 9 D juga dapet murid baru yang pindahan dari sekolah lain. Dan akhirnya jumlah kami adalah empat puluh kurang satu. Tiga puluh sembilan.
Lima anak pindahan kelas lain ini sekarang sudah menjadi warga kelas kami secara sah. Mereka sudah bercampur baur sama anak” lainnya. Punya banyak teman sehati tanpa susah payah.
Sementara, masih ada beberapa anak yang merupakan murid asli kelasku yang sampai sekarang masih belum bisa bercampur dengan yang lainnya. Terasing. Siapa aja mereka? Sebut saja mereka Hasir, Hanyuk, Fajar, dan Iin.
Hasir : Orang asal Jakarta dengan tingkah hiperaktif ala anak kecil yang kelakuannya itu disebelin temen sekelas. Sering nggak kerjain tugas, PR, dan catatan. Ulangannya juga lebih sering remidi daripada lolosnya. Hobi dipanggilin sama guru BP. Suka lupa nggak bawa buku pelajaran. Dan punya kebiasaan main lompat” meja dan kejar-kejaran.
Hanyuk : Cowok tinggi yang wajahnya buego banget (hihihi). Kalo ditanyain ‘Nyuk, bukumu mana?’, wajah begonya dimunculin dan dia langsung jawab: ‘ha?’ sambil garuk”. Aneh deh pokoknya.
Fajar : Kalo diibaratin, nih anak persis banget sama Pasar Malam yang bangkrut. Dulu rame, sekarang sunyi. Saking sunyinya, sering nggak nyadar dia masuk apa nggak. Dan kalo kebetulan ketemu dia, aku langsung tertegun dan spontan bilang: ‘Loh, kamu masuk?’.
Iin : Seorang cewek yang dulunya punya banyak temen. Mungkin gara” sifatnya itu kali ya, dia jadi dijauhin sama anak” lainnya. Katanya sih, selain som” alias sombong, dia juga diberitakan permintaannya selalu dikabulin ortunya. Ada yang pernah cerita ke aku gini: ‘Eh, tau gak, si Iin itu kalo sakit dikit, ayahnya pasti langsung nanya: Kamu pengen apa sih, In?, en Iin-nya langsung jawab: Aku pingin motor, yah. Dan motor langsung dibelin ma ortunya. Pas sakit lagi, ayahnya nanya lagi: Kamu mau apa sih, In?, en Iin-nya jawab: Aku pingin laptop, yah. Dan laptop langsung ada di tangannya.’ Aku langsung melongo. Ya ampun, kalo gitu enak banget si Iin, sakit pilek dikit dia langsung bisa ngomong ‘pingin beli rumah, yah’. Dan besoknya, sebuah rumah siap huni berdiri megah di samping kamarnya. Tuan puteri banget tuh.
Empat orang ini memang paling susah dapet temen. Yang Hanyuk sih udah lumayan. Dia dapet temen gara” selalu menang lawan adu ponco lawan anak” cowok di kelas. Si Fajar juga begitu, lumayan deket sama anak” lainnya gara” kerajinannya dan tampang culunnya (^^). Nah, yang tertinggal cuman dua orang: Hasir dan Iin.
Kalo aku pikir sih, mereka bener” kasian. Bikin aku iba. Tapi kalo liat mereka kayak gimana, jadi ilang iba-ku.
Dua orang ini memang cocok dijuluki ‘Yang Terlewatkan’. Kadang aku yakin akan pikiranku kalo mereka berdua nggak sekangen anak” lainnya akan kenangan di SMP. Aku benar” berpikir bagaimana caranya membuat persahabatan itu tergores di hati mereka. Membekas. Bukan hanya sebuah kata tanpa arti yang hanya omong kosong dari orang” sok tau.
Sekolah akan berakhir lima bulan dari sekarang. Cepat atau lambat, perpisahan akan segera menjelang. Aku tak mau menyia-nyiakan waktu yang sedikit itu. Aku nggak mau esok masih melihat Iin duduk di pojok tanpa kata, tanpa teman. Aku nggak mau esok masih melihat Hasir yang terlupakan, menyingkir dari tawa anak” lainnya.
Aku ingin semua hidup bersama. Bergandengan. Bukan individual. Apa perlu diciptakan rantai yang mengikat semua orang agar mereka semua tetap berjalan bersama, tanpa meninggalkan yang lainnya? Kuharap pula, Hasir, Iin dan teman” terlewatkan lainnya berlari menyusul kami, agar tak tertinggal di belakang, dan bisa mendapat tempat untuk bergandeng bersama…
Agar kata persahabatan yang dirasakan teman” lainnya juga dirasakan oleh mereka. Kuharap, itu semua terjadi. Bukan mimpi.
Bersama, tentu lebih indah
Kamis, 25 Desember 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
2 komentar:
what a great thought...
u have 'that' gift to write n be a writer.
luv it!
berkaca-kaca booss !
ga bisa komen apa2 .
fiuh .
lov u !
.wait 4 ur other posts.
Posting Komentar